LENSANESIA.COM – Kebebasan pers adalah salah satu pilar utama demokrasi yang harus dijaga dan diperjuangkan.
Di dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas kekuasaan dan penyebar informasi kepada masyarakat, media massa memainkan peran yang krusial.
Namun, keberadaan undang-undang pidana pers yang tidak selaras dengan prinsip kebebasan berekspresi seringkali menjadi ancaman bagi kebebasan pers itu sendiri.
BACA JUGA :
Mengamati Pilar Kritis Demokrasi: Perlindungan Hukum Pers di Era Digital
Indonesia, seperti banyak negara lain, memiliki sejarah panjang terkait pembatasan kebebasan pers melalui hukum pidana pers.
Berbagai ketentuan yang terdapat dalam KUHP dan Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999 seringkali menjadi senjata bagi penguasa untuk menekan kebebasan pers.
Kasus-kasus di mana wartawan atau media massa dihukum karena pemberitaan yang dianggap melecehkan atau mengganggu ketertiban umum masih terjadi, bahkan setelah era reformasi.
BACA JUGA :
Menanggapi Tantangan Hukum dalam Era Digital
Salah satu langkah yang krusial dalam memperjuangkan kebebasan pers adalah reformasi hukum pidana pers.
Reformasi ini haruslah mengarah pada perlindungan yang lebih kuat terhadap kebebasan berekspresi dan kebebasan pers, sekaligus menyesuaikan ketentuan hukum dengan perkembangan zaman dan nilai-nilai demokratis.
Pertama-tama, perlu adanya revisi terhadap pasal-pasal dalam KUHP yang berkaitan dengan pidana pers.
BACA JUGA :
Mahasiswa Universitas KH. Abdul Chalim Jawa Timur, Paparkan 10 Jenis Penyakit Hati dalam Islam