Penulis: Ressy Nisia (Pemerhati Pendidikan dan Keluarga)
LENSANESIA.COM – “Menikah dengan istri kedua, ketiga, keempat tanpa diketahui oleh istri pertama menikahnya sah.” Kata ustadzah Oki Setiana Dewi dalam video yang diunggah akun Instagram Lambedanu.
Lebih lanjut ustadzah Oki menyampaikan, “Kenapa harus disembunyikan? Rasulullah bersabda harus jujur. Sebaiknya begitu kalau berdusta akan berbohong untuk menutupi yang sebelumnya.” ujarnya.
Potongan video tersebut menjadi kontroversi, menuai pro dan kontra di masyarkat. Di Indonesia, dengan sistem Sekularisme, pemisahan kehidupan dari agama, poligami dirasa tabu. Bahkan pemerintah sendiri membatasi poligami dengan serangkaian produk hukumnya.
BACA JUGA :
Gawat! Pornografi Merambah Dunia Pendidikan
Dalam sudut pandang kaum feminis, poligami itu merugikan kaum perempuan karena dinilai tidak ada yang sanggup menjalaninya, poligami dianggap melanggengkan budaya patriarki, poligami dianggap sebagai perselingkuhan atau pengkhianatan, mendiskreditkan perempuan karena menganggap perempuan hanya sebagai sex provider dan tidak relevan dengan zaman.
Pada faktanya, poligami sudah ada sejak dahulu kala di berbagai kelompok masyarakat seluruh penjuru dunia. Kitab suci agama Samawi dan buku-buku sejarah menyebutkan, poligami bukan hal yang asing ataupun tidak disukai.
Poligami merupakan jalan hidup yang diterima semua Nabi yang disebutkan dalam Talmud, Perjanjian Lama dan Al-Qur’an. Adapun beberapa orang terkenal dalam Perjanjian Lama pelaku poligami seperti Abraham, Yakub, Daud, Solomo.
BACA JUGA :
Kunjungan 5 Nadhliyin ke Israel Adalah Bentuk Khianat, Minta Maaf Saja Tidak Cukup!
Poligami juga dipraktekkan kaum Medes, Babilonia, Abbesinia, Persia dan Yunani. Dilakukan juga di suku bangsa Afrika, Australian serta Monmon Amerika. Bahkan ajaran Hindu di India tidak melarang poligami.
Penolakan poligami mulai muncul seiring revolusi industri, dimana perempuan biasa bekerja dan menghidupi dirinya sendiri yang kemudian terbentuklah feminisme yang menyerukan keadilan dan kesetaraan gender.
Dalam Bahasa Arab pernikahan berbilang disebut ta’did zujah (bilangan pasangan). Allah swt berkehendak menurunkan ayat poligami untuk mengatur dan membatasi praktek jahiliyah pada zaman pra-Islam.
BACA JUGA :
Sejarah Singkat Mbah Nursaen, Tokoh Penyebar Islam di Plered