LENSANESIA.COM- Ilmu sastra, sebagian hanya memahami atau menganggapnya berkutat dan belajar seputar puisi, cerpen, novel, dan drama. Tapi, apakah benar mempelajari sastra sesimpel itu? Apakah sastra hanya sebatas mempelajari genre? Atau sebatas yang penting bisa menulis dan merangkai kata-kata indah menjadi satu? Bagaimana sesungguhnya mempelajari sastra itu?

Mungkin kita tak pernah tahu atau tak pernah ingat barang kali, kapan kita mengenal sastra pertama kali? Di sekolah pun, tak ada mata pelajaran bernama sastra. Yang ada hanya pelajaran Bahasa Indonesia, kita mempelajari sastra dengan membagi porsinya dengan bahasa.

Di sekolah tanpa sadar kita mempelajari sastra, baik dari buku pelajaran Bahasa Indonesia atau dari setumpuk buku fiksi seperti novel di perpustakaan sekolah. Terkadang kita juga mempelajari sastra akibat suruhan guru, seperti mengikuti lomba puisi pada Bulan Bahasa misalnya.

Padahal, jika lebih dalam kita menyelam sastra dan bahasa sama tapi berbeda. Ketidaktahuan itu akhirnya menutup kontradiksi yang tersembunyi antara sastra dan bahasa. Dan kita, mulai tak memahami esensi sastra yang sebenarnya.

Disunting oleh: Ahmadi

Muhammad Azhar Adi Mas'ud

Mulai jatuh cinta pada menulis sejak bangku menengah pertama, hingga memutuskan menekuni bidang jurnalistik dan sastra. Percaya bahwa menulis adalah cara abadi menyulih peristiwa, merangkai sekuntum makna yang tersembunyi bersama rasa.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *