Surabaya, LENSANESIA.COM – Karya-karya sineas muda ditampilkan dalam Screening Film Ekranisasi Panggung Eunoia 2023 sebagai salah satu rangkaian acara Festival Film Sastra Indonesia VI. Mereka merupakan mahasiswa Prodi S-1 Sastra Indonesia, Universitas Negeri Surabaya. Acara Screening Film tersebut dilaksanakan pada Sabtu, 16 Desember 2023 bertempat di Koridor Coworking Space, Gedung Siola, Lantai 3, Jalan Tunjungan, Genteng, Surabaya.
Sesuai namanya, mereka menampilkan sejumlah karya kreatif yakni film hasil ekranisasi dari bentuk karya sastra cerita pendek (Cerpen) menjadi film. Terdapat empat cerpen dalam buku kumpulan cerpen “Kukila” karya Aan Mansyur yang diadaptasi menjadi film dengan judul sama. Yakni: Membunuh Mini, Tiba-tiba Aku Florentino Ariza, Sehari Setelah Istrinya Dimakamkan dan Lima Pertanyaan Perihal Bakso.
Film pertama berjudul “Mini” merupakan adaptasi dari cerpen Membunuh Mini. Film ini merupakan garapan rumah produksi Manunggal Production. Menceritakan tokoh Mini, seorang ART yang memiliki hubungan gelap dengan majikannya yang seorang direktur perusahaan bernama Erwin.
Sutradara film, Dewanda Tri Puspita menjelaskan film ini tidak hanya menunjukkan bagaimana laki-laki berkuasa mencoba menutupi jejak kesalahannya tetapi juga menunjukkan kekuatan perempuan yang ingin mendapatkan hak dan keadilan.
“Tiba-tiba Aku Florentino Ariza” adalah film kedua yang diadaptasi dari cerpen berjudul sama. Diproduksi Kaldera Production, film ini menjadi salah satu film yang menunjukkan bagaimana stigma dalam masyarakat terkait “perselingkuhan” sangat berpengaruh. Ananda Yusdiar sebagai sutradara mengungkapkan, bumbu perselingkuhan sejatinya bukan merupakan fokus utama film tetapi media menyampaikan pesan atas ketimpangan yang ada.
Bumbu perselingkuhan juga ditemukan dalam film ketiga yang berjudul “Sehari Setelah Istrinya Dimakamkan”. Sutradara Andika Putra, menjelaskan film tersebut bukan berfokus mencari benar atau salah tetapi bagaimama penikmat film mampu memahami pesan dari hubungan suami istri yang retak melalui sejumlah simbol seperti ‘coklat’. Film hasil rumah produksi Sandyakala Production ini disajikan dengan videografi yang memukau.
BACA JUGA:
Waspadai Empat Penyakit yang Muncul saat Musim Hujan
Film yang keempat atau terakhir, berjudul “Lima Pertanyaan Perihal Bakso” yang disutradari Khoirifna Firdaus dengan rumah produksi Siwaratri Production. Tampil berbeda dari ketiga film sebelumnya, film ini mengambil tema relasi kuasa, aksi, dan politik dengan setting latar era 70 sampai 90-an.
Melalui tokoh utama Uleng yang harus memilih antara dua pilihan sulit antara keselamatan atau kemanusiaan, film ini memiliki gaya penceritaan dan detail yang memukau. Khoirifna mengatakan bahwa pesan yang ingin disampaikan dalam film adalah bagaimana menjadi setara untuk melawan sistem dan relasi kuasa.
Dr. Ririe Rengganis, M.Hum., dosen pengampu matakuliah Ekranisasi menjelaskan karya-karya yang telah diproduksi tidak berhenti sampai pada tugas akhir saja. Melainkan telah terdapat proyeksi keberlanjutan dari masing-masing sutradara, seperti mengikutkan film karya mereka pada sejumlah festival film.
“Dalam Ekranisasi ini tidak ada karya yang lebih tinggi atau bagus posisinya, karena memfilmkan karya berarti mengadaptasi karya, artinya bukan mengangkat karya, selama ini sering terjadi kesalahan pemahaman “mengangkat” karya ke layar lebar, padahal itu memiliki konotasi yang kurang” ucapnya.
BACA JUGA:
DPO! Guru Ngaji Berinisial ‘OS’ Tersangka Kasus Pencabulan di Purwakarta