LENSANESIA.COM – Semakin kompleksnya dinamika rumah tangga seringkali membuka pintu bagi campur tangan orang tua, yang bisa memberikan dampak yang signifikan pada kehidupan pasangan muda. Dalam beberapa kasus, campur tangan ini bahkan mencapai tingkat ancaman, dengan ancaman untuk tidak dianggap lagi sebagai anak jika tidak mengikuti kehendak orang tua.

Berdasarkan penelusuran Lensanesia.com dari beberapa sumber, Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) menyebutkan kewajiban orangtua terhadap anak di dalam Pasal 45 sebagai berikut:

(1) Kedua orangtua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.

(2) Kewajiban orangtua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus

Baca Juga: Dampak Kesenjangan Finansial dalam Rumah Tangga: Benarkah Istri dengan Gaji Lebih Besar Rentan Jadi Korban KDRT?

Dalam ketentuan pasal tersebut batasan kewajiban dan tanggung jawab orangtua yaitu sampai anak sudah kawin atau dapat berdiri sendiri. Berdiri sendiri artinya tidak tergantung pada orang lain atau mandiri Pasal 45 ayat (2) memberikan batasan kewajiban dan tanggung jawab orang tua terhadap anak hingga ia menikah atau dapat berdiri sendiri. Dengan demikian, tidak terdapat kewajiban orang tua terhadap anaknya yang sudah menikah.

Selanjutnya menjadi kewajiban bagi pasangan yang menikah untuk saling membantu sebagai suami istri di dalam membangun dan menjaga perkawinan dan rumah tangga yang dibentuknya sebagaimana Pasal 33 UU Perkawinan, menegaskan:

“Suami isteri wajib saling cinta-mencintai hormat-menghormati, setia dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain”.

Baca Juga: Apa Itu Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan Seluruh Dunia

Maksud dari perkawinan sendiri adalah agar suami dan isteri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, di mana terdapat persetujuan kedua belah pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut, tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Hal ini sesuai dengan tujuan perkawinan yang disebutkan dalam Pasal 1 UU Perkawinan:

“Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”

Lalu, bagaimana seharusnya pasangan muda menghadapi situasi yang sulit ini?

Baca Juga: Hindari Konsumsi Kopi Jika Anda Menderita Salah Satu Dari Penyakit Ini

Editor : Admin Redaksi
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *