Lensanesia – Saturnus, salah satu planet mencolok dan memukau yang ada dalam tata surya kita. Saturnus adalah salah satu planet gas raksasa terbesar yang terletak pada urutan keenam sistem tata surya. Dengan daya tarik utama berupa cincin-cincin megah yang membingkai dirinya, Saturnus telah menjadi ikon dalam astronomi dan penelitian ilmiah selama berabad-abad. Namun, cincin Saturnus yang menjadi ciri khas planet ini dikabarkan akan menghilang dalam waktu yang tidak terlalu lama. Ilmuwan telah memprediksi bahwa cincin Saturnus akan menghilang dalam kurun waktu 100 juta tahun. Informasi ini diungkapkan melalui misi National Aeronautics and Space Administration (NASA) Cassini.
Cassini-Huygens adalah sebuah misi eksplorasi planet yang dilakukan oleh NASA, European Space Agency (ESA), dan Italian Space Agency (ASI) dengan mengirimkan pesawat luar angkasa untuk mempelajari planet Saturnus dan sistemnya, termasuk cincin dan satelit alaminya. Cassini-Huygens terdiri dari pesawat ruang angkasa Cassini dan lander Huygens yang dikirimkan ke bulan terbesar Saturnus, Titan. Misi Cassini-Huygens memiliki beberapa tujuan, termasuk menentukan struktur tiga dimensi dan perilaku dinamis dari cincin Saturnus, menentukan komposisi permukaan satelit dan sejarah geologis dari setiap objek, serta menentukan sifat dan asal muasal bahan gelap di belahan depan Iapetus.
Dilansir dari nasa.gov cincin saturnus terbuat dari batu dan air es serta memiliki ukuran yang bervariasi, mulai dari ukuran kecil seperti butiran pasir hingga ukuran sebesar rumah. Berdasarkan Teori Robin dijelaskan bahwa cincin Saturnus berasal dari sisa es puing-puing Bulan terdahulu. Saat Saturnus dan satelit-satelitnya terbentuk bersama, salah satu Bulan terbesar Saturnus terbentuk terlalu dekat dengan planet ini untuk mempertahankan orbit yang stabil. Bulan mulai berputar ke dalam, dan gravitasi Saturnus merobek lapisan es luarnya dan melemparkannya ke orbit demi menciptakan cincin yang dilihat sekarang. Cincin Planet Saturnus tersusun dari banyak lapisan. Lapisan cincin ini diberi nama sesuai alfabet menurut urutan ditemukan.
“Partikel-partikel itu perlahan berdesak-desakan dan menabrak satu sama lain. Ada yang terbentuk oleh bulan kecil. Saat Cassini menyelam diantara Saturnus dan cincin itu, kita dapat mengukur jumlah material cincin yang mengalir ke planet,” tutur Linda Spilker ilmuwan planet di Jet Propulsion Lab NASA.
Seperti yang telah dijelaskan pada The Atlantic bahwa cincin Saturnus tidaklah permanen dan bahkan sedang menghilang. Dikutip dari situs web The Atlantic cincin Saturnus kehilangan materialnya setiap tahun. Mikrometeor masuk dan radiasi matahari mengganggu kepingan kecil berdebu dari cincin dan menjadikan mereka terelektrifikasi. Partikel-partikel tiba-tiba mengalami perubahan menjadi selaras dengan garis medan magnetik Saturnus dan mulai berputar mengikuti jalur-jalur tak terlihat. Ketika partikel-partikel mendekati bagian atas atmosfer Saturnus, gravitasi menarik ke dalam dan menguap dalam awan-awan planet. Para astronom menyebut fenomena ini dengan “Hujan cincin”.
Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh Voyager 1 dan Voyager 2, telah terjadi hujan 10.000 kg material per detiknya di Saturnus yang sebenarnya merupakan sisa-sisa bagian yang hancur dari cincin saturnus. “Kami memperkirakan cincin ini terus kehilangan kandungan air sebanyak Volume kolam renang standar Olimpiade setiap 30 menit,” ujar James O’Donoghue dari NASA Goddard Space Flight Center. Hujan material ini jatuh ke bagian kutub Saturnus yang akan membuat hujan semakin deras berkat medan magnet yang sangat kuat. Vogayer mendeteksi beberapa perubahan termasuk variasi kerapatan pada cincin dan pita gelap yang mengelilingi planet di garis lintang tengah-utara.
“Semua bagian cincin diperkirakan akan hilang dalam 300 juta tahun. Namun, jika melihat material cincin yang jatuh di ekuator Saturnus dari data Cassini, kemungkinan waktu hidupnya lebih singkat–tak kurang dari 100 juta tahun,” ungkap James. James juga menambahkan bahwa angka tersebut termasuk cepat dibandingkan dengan usia Saturnus yang lebih dari 4 miliar tahun.
Terjadinya hujan cincin yang mengakibatkan pudarnya cincin Saturnus bukanlah akhir dari segalanya, mungkin suatu hari nanti setelah cincin-cincin Saturnus lenyap alam semesta akan memberikan cincin baru untuk planet Saturnus. Mungkin akan melalui beberapa proses, terdapat bulan lain yang hancur, komet yang datang terlalu dekat, dan mungkin akan terbentuk cincin kembali. Sebagaimana seperti yang disampaikan James, cincin-cincin Saturnus, yang saat ini tampak megah dalam “masa kejayaannya,” akan menjadi bukti lain tentang perubahan yang terus berlangsung dalam alam semesta kita. Meskipun demikian, penelitian ini terus memperkaya pemahaman kita tentang tata surya dan membawa kita lebih dekat untuk mengungkap misteri alam semesta yang luas.***