Bukan tanpa alasan namanya diabadikan menjadi penghargaan bagi tokoh penegak hak asasi manusia. Kiprahnya di dunia penegakan hukum malang melintang sebagai advokat ulung yang jujur dan berintegritas membawa dirinya menjadi salah satu dari sekian banyak tokoh hukum ternama di tanah air ini.

Lantas, siapakah Yap Thiam Hien? 

Lahir di Aceh, 25 Mei 1913, Mr. Yap Thiam Hien adalah seorang pengacara Indonesia keturunan Tionghoa Aceh. la mengabdikan seluruh hidupnya berjuang demi menegakkan keadilan dan hak asasi manusia (HAM). Mengawali karirnya sebagai pengajar dan bergaul dengan berbagai kelas, etnis terutama kaum miskin meningkatkan kepercayaan diri dan rasa empati Yap.

Yap meraih gelar sarjana hukum dari Universiteit Leiden, Belanda pada 1947. Selama belajar di Leiden, dia tak hanya belajar hukum tetapi juga mendalami agama dan politik. Sekembali ke Indonesia, dia aktif dalam gereja dengan turut mendirikan Yayasan Pendidikan Gereja Indonesia dan memutuskan menjadi pengacara profesional sejak tahun 1948. la pun kemudian mulai berkiprah sebagai seorang pengacara di Jakarta yang melawan penindasan dan tindakan diskriminatif yang dialami oleh warga keturunan Tionghoa.

Sebagai pengacara, Yap Thiam Hien dikenal keras, tegas, dan jujur. Dia menjadi sorotan publik ketika membela Soebandrio dalam Mahmilub. Pasalnya, Soebandrio tidak hanya dituding terlibat Gerakan 30 September 1965, dia juga musuh politik Yap. Pada 1975-1978, dia juga menjadi pengacara untuk Kolonel Abdul Latief, Asep Suryawan, dan Oei Tjoe Tat. Selain itu, pada 1973 Yap melalui Persatuan Advokat Indonesia turut menuntut agar semua tahanan politik di Pulau Buru dibebaskan. Anggota Petisi 50 yang mengkritisi pemerintah Orde Baru ini kemudian menjadi pembela kasus subversif, yaitu Peristiwa Tanjung Priok dan pengeboman BCA pada 1984.

Di satu sisi Yap Thiam Hien membela para terdakwa, namun di sisi lain dia juga pernah ditahan. Pada 1967, Yap diperkarakan karena mencemarkan nama baik Jaksa Tinggi Simandjuntak dan Inspektur Jenderal Polisi Mardjaman. Dia ditangkap dan ditahan selama beberapa minggu karena menuduh jaksa dan polisi itu telah memerasnya. Perkara ini dikenal sebagai Yap Affair.

Pada 1 Januari 1968, Yap kembali ditahan karena dituduh terlibat PKI. Setelah peristiwa Malari 15 Januari 1974, dia ditahan selama hampir setahun tanpa proses peradilan, la dianggap telah menghasut mahasiswa melakukan demonstrasi besar-besaran.

Keberpihakannya pada kemanusiaan mendorong Yap bersama Wiratmo Sukito, Dr. Halim, dan Aisyah Amini, mendirikan lembaga Hak Asasi Manusia di Jakarta pada 1968 sekaligus perwakilan Amnesti Internasional. Pada 1970, dia mendukung pendirian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Jakarta.

Jujur berarti menyatakan yang putih sebagai putih, yang hitam sebagai hitam. Yang benar sebagai benar, yang salah sebagai salah.

Pada 1980, ia mendapat gelar doctor honoris causa dari Vrije Universiteit, Belanda. Kiprah Yap dalam hukum dan hak asasi manusia mendapat perhatian dari luar negeri. Pada 1987, ia mendapat penghargaan The William J. Brennan Human Rights Award dari Rutgers School of Law-Camden, Amerika Serikat.

Sejak 1992, namanya diabadikan sebagai penghargaan bagi tokoh pejuang hak asasi manusia.

Editor : Tegar Herlambang
Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *